The Power of Kepepet || GADAI LAPTOP


Halo Sobat Kremesta..
Jumpa lagi nih sama gue, Lele Sang Pengkhayal wkwkwk..

Belakangan ini gue lagi sibuk-sibuknya memulihkan keadaan guys. Eits, gue lagi nggak sakit kok.. Alhamdulillah gue masih diberi kesehatan oleh Allah SWT. Semoga kalian juga selalu dalam lindungan-Nya dan diberi kesehatan yah guys. Aamiin..

Kali ini gue mau berbagi sedikit cerita, tentang “The Power of Kepepet”.

Kepepet itu kalo diartikan, sama saja seperti mendesak guys. Pernah dong, Sobat merasakan yang namanya kebutuhan mendesak, apapun itu bentuknya? Yaps! Kemarin tuh pertengahan Januari 2019, ada sedikit problem yang memang harus segera diselesaikan. Gue sih nggak pernah menyesal sebab menolak K3 alias Kontrak ke-3 di PT NI***H. Bukan berarti gue tolak rezeki ya.. Apalah arti gaji besar jika tidak diimbangi dengan kelapangan hati? Bukannya dapet pahala, yang ada malah nantinya terus-terusan menggerutu sambil gigt jari. It’s not Time for me!

So.. gue buat keputusan dan segera bertindak. Biarkanlah mereka di luar sana mencibir atau berargument apapun tentang tindakan gue. Toh itu hak mereka. Bagi gue, rezeki gak hanya di satu tempat aja kok. Allah senantiasa menyediakan rezeki dimana pun luas tak terbatas, asalkan kita mau berusaha keras.

 Lagi, lagi dan lagi.. (berusaha menyemangati diri sendiri).

Keadaan mendesak membuat siapapun rela melakukan apa saja demi terselesainya problem tersebut. Tapi, jangan sampai menyimpang yah guys.. Tetap pada alur yang semestinya. Dilalahnya, memang belum dapat jalan waktu itu. Alhasil, dengan sangat berat hati, gue “MENGGADAIKAN LAPTOP” ini bukan keputusan tanpa alasan. Semua udah gue pertimbangkan secara matang. Toh balik lagi, semua benda, bahkan raga sekalipun hanyalah titipan.

Kalau memang sudah waktunya rusak, bisa apa?
Kalau memang sudah waktunya binasa, bisa apa?
Kalau memang sudah waktunya sirna, bisa apa?

Dengan segala resiko gue lakuin itu. Ahhh!!! Galau bukan sembarang galau pokoknya. Eno tuh separuh jiwa gue eaaakkkk. Kalo udah sama eno, ya gue anteng aja. Semua yang ada di kepala gue, bisa tercurahkan dengan bebas lewat ketikan. Bisa aja sih, lewat tulisan tangan. Tapi sama saja, ujungnya harus diketik lagi untuk mengikuti Event Literasi di media sosial. Sama halnya dengan Pieter, gitar kesayangan gue. Meskipun gue main gitarnya amatir dan suara gue nggak merdu-merdu banget, yang penting bisa menghalau sedikit rasa gundah. Apalagi, gue yang masih sendiri hahaha.. jadi curhat kan tuh wkwkwk.. Sendiri bukan berarti nggak laku ya.. Hanya saja, berusaha memantaskan diri untuk moment selanjutnya. Hehehe..

21 Januari 2019 gue cus on the way ke Depok. Tepatnya Cilodong, sama Rio. (Si Kuda Biru yang setia. Alias, motor hasil keringat dari begadang mainin lensa kamera selama 2 tahun di PT NI***H hehehe).

Rumah sasak panjang (Bogor), Gadai laptop di Cilodong (Depok)? Bagi yang gak paham sih, mikirnya Gila! Buang-buang bensin aje lo!
Ya.. sekali lagi bukan manusia, kalau nggak komentar, ataupun mengkritik. Maklumin aja lah ya.. banyak banget netizen wkwkwk. Tapi lo harus berterima kasih. Karna, secara nggak langsung netizen itu ekstra perhatian lho!

Sebelum gue bertindak, gue udah simak baik-baik kok sebelumnya, gimana tata caranya juga  persyaratan untuk menggadaikan barang di Pegadaian. Gue juga udah sempet ngulik, nanya-nanya sama temen yang udah pernah kepepet juga. Karna gue KTP nya masih Cilodong, ya jadinya gue ke Cilodong. Bisa aja sih ke tempat domisili yang sekarang, Sasak Panjang. Tapi, emang udah srek nya sama Cilodong. Gimana dong? Hehehe.. Jadi, persyaratannya waktu itu hanyalah membawa fotokopi KTP dan barang yang ingin digadaikan. Kalau ingin lebih jelasnya silahkan cek di mbah gugel ya guys J

Pertama yang gue datengin adalah Pegadaian Syariah (Warna hijau), daerah Graha Cibinong. Yang namanya menggadaikan barang, pasti melewati tahapan pengecekkan, juga menyesuaikan dengan kondisi si barang tersebut. Gue nunggu sekitar 30 menitan, ditemani salah satu sobat gue. (Alhamdulillahnya, dia free).

Tiba di Pegadaian Syariah, langsung dihadang oleh satpam yang bertugas. Memastikan barang apa yang ingin digadaikan. Selanjutnya, mengambil nomor antrian lalu mengisi form di selembar kertas yang sudah disediakan. Isinya sih gak jauh dari identitas diri (seperti Nama, Tempat Tanggal Lahir, NIK, Status, Alamat dan lain-lain), barang yang ingin digadaikan, dan ajuan berapa nominal yang diinginkan.

Setelah selesai, kini waktuya untuk mengantri. Gak lama, dipanggil deh. (saat itu, sepi tidak terlalu ramai). Lalu menyerahkan form kertas yang sudah diisi, bersamaan fotokopi KTP juga nomor antrian. Kemudian salah seorang petugas keluar mengambil Eno untuk melakukan pengecekkan.

Daaannnn.. jeng jeng jeng..
Ah gila! Kecil banget dari ajuan nominal yang gue kasih. 1 juta aja nggak nyampe? Ya gue akuin, Ram nya juga kecil sih, jadi wajar. Tapi, ya nggak nyangka aja gitu, gue beli 3 juta sekian, digadai cuma dapet yang ujungnya “tus”? Oh My God! Okelah, yang namanya barang pasti ada penyusutan. Tapi kok, jauh banget ya dari perkiraan? Hmmm..

“gimana mba? Tetap ingin dilanjut atau..?” tanya petugas memastikan.
“(hmmmm narik napas..) mohon maaf, di cancel saja Pak..”
Saat itu juga, Eno kembali dalam genggaman. Sepanjang jalan gue ngedumel ahahahaa.. ya kaget aja gitu, kecil banget, gila!

(Perjalanan belum selesai..)

“Sekarang kemana nih? Mau nyoba yang di Cilodong aja?”
“Iya mau.. masih penasaran gue!”

(On the Way..)

Begitu sampai di Pusat Gadai, tepatnya tanjakan H.Musa sebelum pertigaan arah Kostrad Cilodong, gue deg-degan pake banget. Asli dah, sampe keringet dingin. Antara nominalnya lebih kecil, nominalnya sama atau nominalnya lebih besar? Itu yang jadi pertanyaan.

“Ya mba.. ada yang bisa dibantu?”
“Bla bla bla…” (menjelaskan).
“Sebentar yah, saya cek lebih dulu laptopnya..”

(Menunggu..)

“Kami hanya bisa memberikan pinjaman sebesar _____juta”
(“Nah ini nih yang dimaksud mbah gugel kali ya, pihak pegadaian memberikan pinjaman sebesar setengah harga dari Harga Pembelian, sambil mengecek harga di pasaran”). Gumam dalam hati wkwkwk
“Baik mba..” (menyerahkan Fotokopi KTP, dan langsung dibuatkan SBK alias Surat Bukti Kredit).

Kini, tanpa satpam dan tanpa pengisian form. Hanya membubuhkan tanda tangan sebagai tanda kesepakatan atas nominal pinjaman. Sambil memberikan SBK, petugas menjelaskan teknis pembayaran berikut tempo juga bunga yang akan diberikan.

(duduk.. menunggu cairnya uang)

“Ih, kenapa kita nggak langsung kesini aja ya, tadi?”
“Ye.. gue jedotin juga lu! tadikan elu sendiri yang ngebet pengen buru-buru di syariah-syariah.. mana gerimis lagi.” katanya dengan nada kesal.
“oh iya ya.. hehehe”
“bodo amat dah, le le!”

Kurang dari 15 menit, uang sudah digenggaman. Tinggal mikir, gimana cara nebus Eno nya wkwkwk.. logikanya sih, yang namanya menggadaikan barang, dengan kondisi nganggur sama saja bohong. Iya gak? Gali lobang tutup lobang namanya. Yang pada akhirnya, lo harus berjuang mati-matian cari pinjaman sana sini ke teman atau kerabat (uji nyali muka tembok, misalnya). Atau juga merelakan salah satu asset yang lo punya untuk dijual? Ahh intinya, balik lagi “Semua ini hanyalah TITIPAN” Kalau mampu ya dijaga. kalo ndak, mbok ya ikhlaskan. Gue ceritanya udah berhenti ngajar di TK. Bukan cerita sih, ini fakta hehe. ada beberapa faktor yang menjadi alasan. (Ahh klise mungkin! wkwkwk).

Roda kehidupan terus berputar. Ya.. seperti itulah dinamika kehidupan. Kadang diri sendiri bingung. Ketika lagi dibawah, begitu sulitnya “mereka”. Namun ketika gue bisa dibilang “ada”, ya gue nggak tegaan orangnya. Bukan membandingkan atau membanggakan diri. Hanya saja.. betul-betul berasa seperti lidi (saat itu). Cuma sendirian, hmmm. Bukan sapu lidi, yang rame-rame diiket menjadi satu kesatuan. Ya.. gue paham betul, mereka pun sama kok, punya kebutuhan dan kewajiban yang jauh lebih penting pastinya. Namun, satu pembelajaran yang paling nyata adalah Tak dapat dipungkiri, bahwa terkadang orang yang bukan statusnya kerabat ataupun sahabat, justru dia care, tanpa kita duga. Entah itu dalam bentuk nominal, maupun perkataan (tetap menyemangati). Bukan hanya sekedar memberikan kalimat “maaf, gabisa bantu”. Melainkan, ikut memikirkan dan turut membayangkan jika dalam posisi yang sama. Itu yang gue rasain. Dan itu sudah jelas terbukti.

Seiring berjalannya waktu.. sambil mikir. Bukannya gue nggak mau cari kerjaan. Gue hanya berusaha mengenali diri sendiri, apa sih yang gue cari selama ini? Berusaha melengkapi satu kepingan puzzle yang masih hilang dan menjadi misteri. Gue masih cari cara untuk mewujudkan Passion yang menghasilkan. Sambil menelusuri, gua ambil keputusan. Alhasil, dengan berat hati, gue jual Ipik. (Sepeda gunung warna putih, yang perdana gue nyaman banget pas gowes di Stadion Pakansari, Bogor). Entah memang jodoh, atau memang kasihan. Orang yang membeli Ipik adalah orang yang gue rayu sebelumnya untuk ngejual Ipik ke gue. Eh sekarang malah gue balikin, ternyata. Kalau kata orang mah ya, borok sikutan mungkin wkwkwk. Ahh apapun itu, intinya gue berterima kasih.

Karna jarak yang lumayan jauh.. akhirnya, lele mulai beraksi untuk merepotkan kembali. Ditemani 3 kumbang, sepeda mampu melesat begitu cepat seperti rudal squad. “Si Mawar dan 3 Kumbang”. Terima kasih.

Lagi-lagi, perjalanan belum juga usai. Jumlah nominal, ternyata masih kurang. Sambil bingung, sambil ikhtiar juga, sempat kirim-kirim puisi dan cerpen ke beberapa event di media sosial juga redaksi koran pokoknya. (mencoba gak akan pernah ada salahnya, bukan?).

Beberapa hari kemudian, dua Putri Serab datang. Padahal, sebelumnya kita bertiga udah sepakat. Ketemu di Sore hari. Ehh mereka malah dateng duluan. Tengah hari bolong coba? Lagi panas-panasnya keluyuran? Hadeuuhhh.. katanya sih, sengaja.. “ingin membangunkan beruang yang sedang hibernasi” dududududu.. masa iya, cantik manis imut begini disamakan dengan beruang? Kacau! (Muji diri sendiri hehehe.. Kalau nunggu orang lain muji, kelamaan).

Percakapan ngalor ngidul mencairkan susana. Cuaca mendung, membuat mereka enggan bergegas kemana-mana. Detik, menit lalu jam. Waktu bergulir terasa cepat seolah menerkam. Begitu ingin pamit pulang, salah satu Putri Serab mendapat kabar lewat ponsel yang digenggam.
“Bla bla bla.. gimana? deal? Sama gue kok.”
“Oke, deal!”

Esok paginya, melalui semangat menggebu demi menjemput Eno, dengan gagahnya Rio turut membisingkan suasana jalan raya. Isi otak kepala gue saat itu cuma satu, Eno balik ke genggaman. Yang penting gerak aja dulu (usaha dulu). Kembali atau nggaknya urusan nanti.

Alhamdulillah, atas rezeki Allah SWT melalui Bunda Killa dan Ponsel Serab, dalam sehari gue bisa menghasilkan uang 100k. Walaupun berasa nguli pabrik, tapi ini bener-bener santai. Wong Cuma masuk-masukkin sisir untuk dijadikan souvenir aja kok. Selebihnya, makan dan minum sudah disediakan pula. Fabiayyi aalaa irobbikuma tukadziiban? Selama 10 jam, kami duduk sambil menggerakkan tangan yang harus bergerak cepat untuk mencapai target. Ya namanya juga kerja, pasti ada target. Namanya juga kerja, juga pasti ada effort. Tenaga, misalnya. Dan ini hanya berlangsung beberapa hari saja. Rezeki nggak akan kemana, jika memang sudah waktunya.

Dengan hati gembira, super bahagia.. Kamis, tanggal 21 Februari 2019, Alhamdulillah Eno sudah dalam genggaman. Buktinya, cerita ini selesai diketik. Bahkan, saat ini sedang dibaca oleh sobat semua. Hanya saja.. baru sempat diupload hehe..

Jadi, pihak Pusat Gadai hanya memberikan jangka waktu sebulan guys. Jika melewati batas, akan dikenakan denda. Dengan segala upaya, gue menjauhkan diri dari yang namanya denda. Alhamdulillah.. bisa melanjutkan puisi juga cerpen dengan tenang. Begitupun Ipik, pastinya tenang bersama pemiliknya yang awal. Dan kalau bisa sih, juga menjauhkan diri dari yang namanya gadai. Cukup sekali aja deh hehehe..

Kepastian yang paling nyata adalah sebuah tindakan. Dengan bertindak, mengharuskan raga dan otak kita untuk bergerak sekaligus berpikir. Agar segera mencari jalan keluar meskipun harus melipir. Dalam arti, melipir untuk mencari celah dari seribu celah. Ya.. banyak jalan menuju Roma, bukan? Jika alternatif 1 terbilang gagal, bisa lakukan alternatif 2, dan seterusnya hingga buahkan hasil. Tak ada yang mustahil bagi-Nya. Selama kita mau berusaha, tidak akan ada yang namanya sia-sia. Toh, akan ada banyak cerita yang bisa ditata. Akan ada banyak suasana yang akan sempat dirasa. Lika-liku itu mengasyikan sebenarnya. Jika kita senantiasa menikmati juga mensyukurinya. Menyemangati diri sendiri itu salah satu kuncinya. Dan segala macam perkataan orang lain yang sifatnya menjatuhkan, wajib diabaikan! Semua adalah milik-Nya, maka dekatilah pemilikNya, Allah SWT.

Ud uunii astajiblakum..
“Berdoalah kepada-Ku. Niscaya akan Aku kabulkan.” perintahNya.

Semangat untuk menjemput dia, guys!
dia-rezekimu.. dia-mimpimu dan dia-jodohmu.. dia-bagian dari hidupmu.. Eno, misalnyaJ
Terima kasih untuk semua yang sudah terlibat..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keep Moving My Dear🌻❤️

Tidung Island with Bocahkuy || Pantai

Kita Setara! Menjabat sebagai "Manusia"