Cerpen - Si Mawar dan 3 Kumbang


“Jadi gimana?” tanya Mawar gelisah.
“Iya.. Santai aja. Pasti kita anter.” ujar Beno menenangkan.
“Terus, kita naik apa? Mobil pick up punya Eki kan?”
(Tak ada balasan usainya, Mawar menggerutu).

Sambil menunggu dan bimbang, khawatir malam ini tak terlaksana, akhirnya Mawar mengirimkan pesan teks secara beruntut. Hingga akhirnya ada satu balasan yang masuk.
“Mawar.. sebentar lagi kita mau sampai depan rumah nih!”
“Kalian bawa mobil pick up kan? Soalnya, motorku dipakai Ayah.”
“Hmm.. gimana ya, jadinya bawa dua motor.” jawab Beno.
“Motor? Terus Ipiknya gimana? Siapa yang gowes? Kalau dua motor, otomatis aku juga ikut gantian bawa motor dong?”
“Gak perlu.. duduk standbye aja di motor. Sepeda biar jadi urusan Aku, Eki sama Edo.”
“Edo.. maksudnya?”
“Kita berdua sepakat ngajak Edo. Gapapa kan?”
“Oalah.. ini di luar rencana.”
“Gimana? Gapapa kan?
“Hmm.. tambah lagi orang yang direpotin ini mah.”
“Selow.. jangan kaku gitu ah. Kaya belum kenal sama kita-kita aja.”
“Iya-iya.. Jadi, fix motor nih? Yaudah kalau kalian udah terlanjur ngajak dan Edo nya juga memang lagi free, ya gapapa.”

            Begitu tiba depan rumah, tanpa mengulur waktu ketiga kumbang langsung berpamitan pada Ibu Mawar. Sebab khawatir, jika terlalu malam dijalan. (Perjalanan terpaksa dilakukan di waktu malam. Karna, jika di waktu pagi tak ada yang sempat untuk mengantar. Mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing).

Sekitar pukul 9 malam, perjalanan pun dimulai. Awalnya, Ipik digowes oleh Beno. Diikuti Eki yang sendiri di motor. Sedangkan Mawar, dibonceng oleh Edo. Selang beberapa menit, sekiranya sudah berkeringat, Beno dan Eki saling bergantian. Kupikir, ini hanyalah merepotkan. Tapi begitu melihat muka mereka, kok malah tampak mengasyikan. Seolah-olah, mereka mengendarai sepeda yang baru dibelikan Orang tua karna hadiah dapat juara hehehe.

Perjalanan penuh gelak tawa. Mereka itu berisik seenak jidatnya, tanpa memperdulikan orang lain di sepanjang jalan. Sempat beberapa kali lonceng Ipik dibunyikan sebagai nada perjalanan. Tak ada rasa bosan ataupun jenuh kala bersama mereka. Bersahabat dengan pria itu penuh warna. Senda gurau pun terlahir alamiah tanpa pura-pura. Mereka itu humoris. Mereka juga apa adanya. “Ku rasa, mereka punya bakat untuk menjadi salah satu peserta Stand Up Comedy hehehe..” pikirku spontan

            Perjalanan kali ini begitu menyenangkan. Bagaimana tidak? Ada sensasi yang berbeda. Kapan lagi menggowes sepeda di malam hari? Berjarak kurang lebih 10 km, sepeda begitu cepat melesat seperti rudal squad. Ahh.. kalau tidak ada mereka, entah bagaimana nasibku dan nasib Eno di sana. Ini urusanku, tapi mereka sungguh peduli. Mereka bagian dari perjalananku. Sungguh besar dan nikmat rezeki ini, Alhamdulillah. Mereka baru sebagian kecil dari orang baik di hidupku. Masih banyak daftar nama lain yang tak mampu kusebutkan satu persatu.

            Usia kami terlampau beda. Bahkan, di Sekolah pun bukan seangkatan. Tapi, terasa ngeklop aja gitu. Entah aku yang memang mudah bergaul, entah memang aku yang sok akrab, atau memang mereka yang pada intinya pandai menempatkan diri hingga membuat  nyaman tanpa sekat? Ahh.. apapun itu, intinya aku bersyukur punya mereka.

            Perjalanan melewati beberapa kali lampu merah. Dan sepeda tetap pada penggunaannya, yaitu digowes. Tapi, sempat juga beberapa kali diangkut alias dibopong oleh Beno. Maklum lah ya, ukuran tubuh Beno agak jumbo hehehee.. Meski begitu, semua ada manfaatnyakan.. Jangan berkecil hati Ben, siapa tahu usai menggowes sepeda di malam hari, lemak jahatnya bisa berkurang. Hehehe..

            Kukira, Edo juga akan ikut menggowes. Ehh.. ternyata nggak. Dia malah asik nangkring di atas jok motor bersamaku, sambil melontarkan beberapa gombalan andalannya. Menurutku, ini lebih baik untuk mencairkan suasana. Dibandingkan hanya diam dan menikmati lalu lalang kendaraan, akan monoton sekali rasanya tanpa candaan.

Tepat di depan CCM alias Cibinong City Mall, kutepuk bahu Edo.
“Do do do.. pelan-pelan, Beno sama Eki mana? Nggak ada ih!” (sambil menoleh kebelakang).
“Ahh masa si, tadi ada..” (mengurangi kecepatan dan membenarkan kaca spion).
“Stop do.. stop..”

(Menunggu..)
Sekitar 10 menitan, akhirnya mereka pun muncul. Eki dengan Ipik, dan Beno dengan motor. Lagi-lagi, kami dihadang oleh lampu merah. Seakan, semesta memberikan isyarat agar Beno dan Eki segera mengatur nafas untuk melanjutkan perjalanan berikutnya.

Setengah perjalanan telah kami lalui. Dengan malam cerah meski tanpa bintang, aku bersyukur langit tidak meneteskan bulir matanya. Meski sebenarnya, dadaku agak sesak. Melepaskan Ipik yang hampir menjadi salah satu bagianku. Hmm apalah daya, tak ada pilihan lain.

Malam menunjukkan pukul 11 kurang. Akhirnya, kami sampai juga di tempat tujuan. Namun sayang, kosan temanku untuk aku menginap, ternyata pindah. Agak panik, diriku saat itu. “Akan menginap di mana, aku  malam ini? Ahh kenapa juga Aira tak memberi tahuku sejak awal, bahwa kosannya pindah? Malah menyuruhku datang saja. Hmm.. apa mungkin dia mengira jika aku sudah mengetahuinya, sebab aku langsung mengiriminya pesan tanpa bertanya? Duh.. Aira, terlintas akan pindah kosan saja tidak. Apalagi mengetahuinya? Ditambah lagi, chat kita saja baru dimulai kembali. Karna beberapa nomor kontak di ponselku hilang, termasuk kontakmu! Ra.. ra.. Lagi genting-gentingnya, nomormu malah tidak aktif pula. Ahhh sudahlah.. nasi sudah menjadi bubur. Sangat tidak mungkin, jika aku meminta mereka untuk mengantarku ke tempat yang lain. Mereka juga sudah terlihat kelelahan dengan keringat yang bercucuran.” Gumamku.

Alhasil, pesan singkat Mawar meluncur ke teman yang dulu sempat satu kosan dengannya. “De.. di mana? Ada di kosan kan? Malam ini aku mau ikut menginap yah..” Sambil menunggu kabar, Eki menceritakan kejadian tadi yang membuat Mawar dan Edo menunggu. Ternyata, helm yang dikaitkan di motor jatuh terguling ke tengah jalan. Mau tidak mau, Beno menghentikan laju kecepatan, yang langsung disusul Eki. Eki pun bergegas ketengah jalan sambil melambaikan tangan. Memberikan sinyal pada sang supir, untuk segera memperlambat setiran. Beno pun mengambil helmnya. Untung saja, mobil yang tepat berada dibelakang mereka tidak melaju dengan kecepatan tinggi. Mendengarnya, membuat Mawar was-was seketika. Khawatir mereka, khawatir juga dengan Ipiknya.

Setelah ada balasan, ketiga kumbang pun pulang. Rasa haru dan bangga punya mereka, menyelimuti hati Mawar malam itu. Ia sadar, bahwa yang namanya teman apalagi sahabat, pasti akan saling bahu-membahu tuk membantu.

Memang dasar jodoh, ternyata Dede sedang bagian sift malam bekerja. Lalu, menyarankan untuk menginap di kosan Aira.  Mawar sontak kaget. Aira yang dimaksud, Aira yang ingin ia tuju atau bukan. Dan ternyata benar. Kosan Aira tepat di samping Kosan Dede, yang sebelumnya di tempati oleh Mega. Aku hanya sebatas tahu. Tidak mengenalnya lebih jauh. Saat membuka pintu kosan, Aira merasa bersalah. Karna ponselnya mati, yang belum sempat memberitahu kepindahannya pada Mawar. Sebab, ia sendiri pun baru tiba di Kosan sehingga belum mencharger ponsel miliknya.

Esok harinya, sekitar pukul 6 pagi, Mawar menuju Kosan Hilman. Pemilik awal sepeda putih bermerk pacific. Setelah menyerahkan Ipik, Mawar bergegas pulang. Karna Ayah sudah menungggunya di depan gang.

Kini, Mawar mampu bernapas dengan lega. Bahwasanya, satu misi dapat terselesaikan. Terima kasih 3 Kumbang, untuk cerita malam ini. Terima Kasih juga untuk yang sudah terlibat. Dede dan Aira yang sempat tak mengabari, Sebab ponsel mati.

*** TAMAT***

*Maafkan.. tak bermaksud menyembunyikan. Ingin memberitahu yang lain, tapi bingung cara memberitahunya. Ya sudah, biarkan tulisan ini mewakili. Itu pun, jika kalian mengerti. Hmmm.. mungkin ini bisa membantu :

Tokoh :
Jaket Merah (Lele) : Mawar
Si mobil pick up : Eki
Kang joget Indomart : Edo
Mbul si Hulk : Beno
Teman Satu Kosan dulu : Dede
Kosan yang di tuju : Aira
Pemilik awal Ipik : Hilman


Izinkan aku, untuk mengabadikan setiap kebersamaan melalui tulisan..
Terima Kasih sudah membaca
:-)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keep Moving My Dear🌻❤️

Tidung Island with Bocahkuy || Pantai

Kita Setara! Menjabat sebagai "Manusia"